Assalamu alaikum wr. wb.
This Is Mind - Kalau ada pertanyaan siapa yang lebih cerdas,
Einsten atau Mozart?, Kamu bakal jawab apa?. Jika jawabanmu adalah Einsten,
maka kamu termasuk mayoritas yang percaya terhadap definisi sempit dan parsial
dari istilah ‘cerdas’. Nah, lho, kok bisa ? Pernah dibilang gak pintar karena
gak bisa nyelesein soal matematika? Nah, ini dia! Jadi nih ya sob, definisi
cerdas yang berkembang dalam masyarakat itu biasanya gak jauh-jauh dari
kemampuan matematika dan berbahasa. Sementara bakat seperti atletik, musik, dan
seni tidak pernah sejajar dengan mereka yang memiliki kemampuan intelektual.
Menanggapi hal ini, Profesor dari Harvard, Howard
Gardner menganggap pandangan inin tidak sehar secara ilmiah dengan ‘konsekuensi
sosial yang serius merusak’. Ia percaya bahwa semua bakat sama penting dan
signifikan bagian dari kecerdasan.
Dalam teori Multiple Intelligences(MI), Gardner
berpendapat bahwa jenius memiliki bentuk yang berbeda, dan bahwa semua bentuk
tersebut dimiliki oleh semua individu di berbagai level. Jenius tersebut tumbuh
dengan bentuk interaksi yang berbeda satu sama lain, yang seharusnya membentuk
Intelligence Quotient (IQ) seseorang- diamana ukuran kecerdasan seseorang
dihitung.
Gampangnya nih sob, kamu mungkin sangat pandai
dengan angka, sementara yang lain mungkin pandai dengan gambar, dan yang
lainnya lagi cerdas dalam interaksi sosial. Teori MI ini mengakui bahwa setiap
individu dapat menjadi cerdas dalam delapan cara yang berbeda.
Dalam setiap pendidikan, anak yang memiliki
kecerdasan linguistik dan matematis biasanya lebih di unggulkan daripada yang
tidak. Sementara anak-anak yang gagal dalam kedua akan diberi label memiliki
ketidakmampuan belajar, hiperaktif, menderita ADD(Attention Deficit Disorder),
atau ditempatkan di bawah kategori lain yang menandai mereaka sebagai kurang
berprestasi. Padahal seharusnya tidak
begitu.
Betul, mereka kurang beruntung karena tidak bisa
menguasai kedua bidang tersebut. Tetapi, mereka adlah korban dari budaya dan
lingkungansosial sekitar mereka. Sementara , masyarakat kita hobinya menilai
kecerdasan anak-anak hanya berdasarkan aspek budaya dan stereotip saja. Kalau
sianak gak bisa ini-itu, maka di cap gak pintar. Padahal, banyak tuh orang yang
gagal di pendidikan formal tapi karirnya sukses.
Kalau mengikuti apa omongan orang, bisa jadi kita
gak akan pernah bisa sukses lho Sob. Bisa jadi kita berpura-pura paham terhadap
satu bidang hanya menyenangkan orangtua misalnya. Padahal sebenarnya, bakat dan
minat kita itu gak sejalan dengan orangtua kita. Gak heran kalau banyak pekerja
professional yang lantas tidak puas dengan karirnya. Karena mungkin dari awal
mereka sudah slah pilih bidang. Menurut Mahatma Gandhi, “Kebahagiaan adalah
ketika apa yang anda pikirkan, apa yang anda katakan, dan apa yang anda lakukan
berada dalam harmoni.” Nah, memaksa seseorang untuk belajar atau berpikir
dengan cara yang tidak sesuai dengan kemampuannya dapat mengakibatkan munculnya
kepribadian tidak percaya diri dari orang tersebut yang kemudian diikuti dengan
stres, tidak bahagia, dan hidup yang tidak seimbang.
Teori MI memiliki implikasi besar dalam bidang
pendidikan dan perkembangan anak. Mengetahui bahwa anak-anak dapat belajar
dengan berbagai cara yang berbeda dapat membantu pendidik untuk menysun
kegiatan pembelajaran yang paling menarik, yang memungkinkan siswa mengerti
lebih baik. Orangtua yang emahami teori MI inin bisa mencoba untuk menumbuhkan
kecerdasa yang dominan dari anak-anak mereka, dan mendorong anak-anak untuk mengekspresikan
diri dalam cara yang paling sesuai dengan cara berpikir mereka.
Kalau ditempat kerja, teori MI ini dapat membantu
seorang HRD atau manager untuk menciptakan tempat kerja yang lebih produktif,
beragam, kreatif, dan selaras. Kesemuanya itu bisa mewujudkan sebuah struktur organisasi
yang stabil dan sukses.
Kecerdasan seseorang bukan hanya produk sampingan
dari gen-gennya lho Sob. Gen memang berperan dalam menentukan tingkat
kecerdasan seseorang, tapi faktor budaya dan lingkungan sosial juga sangat
memberikan kontribusi untuk membentuk cara berpikir dan belajar seseorang.
Idealnya nih, budaya itu harus menganggap semua
jenis kecerdasan sama berharganya. Setelah menemukan kecerdasan yang disukai
anak-anak, orangtua dan guru dapat meningkatkan dan memperkuat kecerdasan mereka
melalui serangkaian aktifitas yang beragam. Ketika seseorang memahami keunikan
kecerdasan dan mengembangkannya, ia dapat mencari karir yang menekankan pada
bakat dan kecerdasannya tersebut, dan dia akan unggul. Jadi bisa disimpulkan
kalau: semua orang itu pintar, tapi dengan cara masing-masing. Wallahu’alam.
Oleh : Diyah Kusumawardhani
Semoga Bermanfaat Happy Blogging :) Salam Admin
Tidak ada komentar: